
Sejak kembali mudik dari Serang beberapa hari yang lalu, saya baru menyadari bahwa saat ini cuaca panas dan kering tengah menghampiri kami. Hal ini berlawanan dengan ketika Ramadhan yang lalu, di mana cuaca panas dan lembab lebih sering datang. Saya gembira dan sekaligus was-was menghadapi perubahan cuaca ini.
Apa Pentingnya Mengetahui Perbedaan Cuaca Panas?
Kalau buat saya yang Ibu Rumah Tangga, penting sekali! Karena akan menentukan seberapa cepat baju yang dijemur kering… hehe!
‘Kok bisa begitu?’ Mungkin seperti itu yang akan Anda tanyakan. ‘Bukankah setiap hari di musim panas baju akan cepat kering bila dijemur di bawah matahari?’
Ternyata tidak! Memang benar saat ini Indonesia tengah berada dalam musim panas, dimulai sejak awal bulan Mei yang lalu, ketika tiba-tiba saja hujan menjadi semakin jarang dan bisa turun dua hingga tiga minggu sekali saja. Tapi, ternyata meskipun panas, kelembaban udara senantiasa berubah-ubah, kadang lembab kadang kering.
Saya yang sering membantu si Mbak menjemurkan baju setiap hari, merasakan benar pengaruh perbedaan kelembaban udara tersebut, sekalipun udara panas. Ketika cuaca panas dan lembab, pakaian tidak mudah kering sekalipun dijemur di bawah matahari sejak pagi hingga sore. Namun ketika cuaca panas dan kering, pakaian akan mudah kering walaupun dijemur hingga siang hari saja.
Apa Yang Membuat Perbedaan Kelembaban Udara Tersebut?
Setelah saya perhatikan, ternyata faktor angin sangat berpengaruh pada kelembaban udara. Banyaknya angin yang bertiup di cuaca panas akan menentukan apakah udara menjadi panas atau kering.

Saat cuaca panas dan lembab, sangat sedikit sekali angin bertiup di luar. Rumah saya yang berada di tikungan (rumah tusuk sate) juga terpengaruh dengan sedikitnya angin tersebut. Kondisi di dalam rumah jadi terasa sangat panas, apalagi kami hanya memiliki satu unit AC yang diletakkan di lantai 2. Kipas angin tidak mampu mendinginkan bagian dalam rumah dan kami berkeringat sangat banyak. Akibatnya kami mudah sekali terkena gatal-gatal biang keringat. Sementara itu, pakaian yang dijemur sulit sekali kering dan tetap basah sejak pagi hingga malam hari.
Solusinya adalah saya harus menyalakan AC agar udara dinginnya bersikulasi di dalam rumah. Sayang sekali memang saat ini kami belum bisa memiliki AC di lantai satu rumah, karenanya kami hanya bisa merasakan suasana yang ‘sedikit’ adem saat AC menyala. Tapi lumayanlah, setidaknya kami tidak akan menggaruk-garuk kegatalan karena biang keringat. Solusi lain adalah menyalakan exhaust agar bisa membuang udara panas ke luar rumah.
Sebaliknya ketika cuaca panas dan kering, angin bertiup sangat banyak di luar rumah. Di dalam rumah kami pun terasa sejuk dengan banyaknya angin yang masuk. Namun hal itu tidak selalu baik karena bersama angin, debu pun ikut masuk ke dalam rumah. Saya harus mengawasi benar kapan pintu-pintu dan jendela harus ditutup untuk meminimalisir debu yang masuk. Namun sekalipun pintu dan jendela tertutup, kondisi di dalam rumah tetap adem dan nyaman. Kami tidak terlalu banyak berkeringat dan menderita gatal karena biang keringat. Selain itu, jemuran baju pun cepat kering. Tidak perlu menunggu hingga sore, di siang hari pun pakaian yang dijemur di pagi hari sudah bisa diangkat.
Satu hal lagi yang saya perhatikan mengenai kelembaban udara adalah pengaruhnya kepada kondisi asma Aini. Seperti pada beberapa hari ini, asma Aini tengah memburuk karena kelelahan setelah bermain bersama sepupu-sepupunya saat mudik. Di rumah, ia terus saja batuk-batuk dan nafasnya pun menjadi berat. Saya sudah memberi Aini obat batuk, alergi, dan pereda sesak nafas namun asmanya belum membaik. Akhirnya, saya memberikan Aini inhalasi. Syukur Alhamdulillah kondisinya membaik ditandai dengan jumlah batuknya yang berkurang.
Tapi tengah malam ketika saya terbangun untuk minum, saya mendapati Aini kembali batuk-batuk. Rupanya exhaust yang ada di dalam kamarnya menyala terus sejak sore hingga tengah malam. Saya ingat bahwa saat ini cuaca tengah panas dan kering, dan exhaust yang menyala tentu membuat udara di dalam kamarnya semakin kering. Akibatnya tenggorokan Aini yang sensitif jadi semakin gatal dan mudah batuk.
Saya lalu menyuruh Aini kembali ke kamar dan mematikan exhaustnya. Aini minum air putih, mengoleskan vicks ke tenggorokannya, dan kembali ke kasur. Sebelum tidur saya usap-usap dulu kaki Aini untuk menenangkannya. Tidak berapa lama ia tertidur lagi dan nafasnya sudah jauh lebih lega. Sampai saya keluar dan menunggu di ruang tengah beberapa menit kemudian, tidak terdengar suara batuknya lagi. Syukur Alhamdulillah, Aini bisa beristirahat di tengah kondisi cuaca panas dan kering seperti ini. Ternyata benar feeling saya, kelembaban udara ini memang sangat berpengaruh kepada kondisi Aini.
Leave a Reply