
Saya baru ingat belum menyelesaikan tulisan tentang pengalaman memakai masker kefir yang pertama dan terakhir kalinya. Sesudah cerita di Coba-coba Membeli Masker Kefir dan Hasil Pemakaian Masker Kefir, akhirnya saya kembali ke dokter yang biasa merawat wajah saya di klinik Wijaya Platinum Depok.
Saat bertemu dengan dokter langganan saya, dr. Eka, beliau langsung ‘takjub’ melihat jerawat-jerawat saya yang merah dan bengkak. Sekejap melihat, ia langsung menyarangkan agar saya disuntik antibiotik di jerawat-jerawat tersebut. Disuntik?! Wah… seperti apa rasanya?? Lengan yang tidak sakit saja bila disuntik untuk diambil darah cukup membuat senut-senut, tidak terbayang ini… jerawat yang tengah merah melendung besar.
Ketika saya tanya kenapa harus disuntik antibiotik, Dokter menjelaskan bahwa jerawat yang seperti ini disebabkan banyak bakteri di dalamnya. Glek. Saya menelan ludah, tidak berani bicara terus-terang bahwa jerawat-jerawat ini timbul sesudah saya memakai masker kefir. Khawatir dimarahi karena saya memakai produk untuk wajah yang belum memenuhi standar kesehatan.
Akhirnya, saya mengiyakan saran dari dr. Eka. Saya maklum atas kesimpulan dan langkah yang diambilnya, karena selain dari wawasan keilmuan dan pengalamannya, selama saya merawat wajah tidak pernah sekalipun ia menemukan jerawat semacam ini bersarang di wajah saya. Paling-paling hanya kelebihan lemak yang perlu dicauter untuk dibuang. Atau komedo yang membarengi wajah kusam akibat sering berpanas-panasan di luar dan jarang mendapatkan facial. Tidak pernah sampai saya berjerawat bengkak besar merah, seperti cacar air yang siap pecah (sebenarnya, Ayah sempat menantang saya untuk memecahkan sendiri saja jerawat-jerawat itu, tapi saya tidak berani. Saya takut kalau resikonya jadi lebih besar karena menggunakan tangan yang tidak steril).
Setelah diperiksa, saya diberi daftar resep yang selain berisi krim perawatan wajah dan obat antibiotik yang akan disuntikkan. Semua itu saya bayar dahulu di resepsionis sebelum pergi ke lantai dua untuk menjalani facial dan tindakan suntik. Di ruang facial, wajah saya dibersihkan dengan pembersih yang biasa dipakai saat facial. Bedanya, saya tidak menjalani seluruh proses facial, hanya dibersihkan saja wajahnya kemudian menunggu Dokter datang.
Setelah beberapa saat menunggu, Dokter pun datang. Dibantu dengan seorang terapis, ia menyuntik satu demi satu jerawat saya yang merah membengkak. Setiap kali jarum suntik menusuk jerawat saya, saya meringis menahan sakit. Memang sih jarumnya hanya jarum bayi yang kecil dan tipis, tapi tetap saja ketika jarum itu menembus kulit yang tengah meradang terasa menyengat. Saya hanya bisa pasrah, menahan nafas agar tidak terasa terlalu sakit saat jarum berkali-kali menyuntikkan antibiotik ke pipi kanan dan dagu kiri saya, tempat para jerawat bergerombol. Setelah selesai, Dokter berpesan agar sementara saya tidak memakai krim perawatan wajah untuk sementara, hingga jerawatnya mengempes.
Syukur Alhamdulillah, saya tidak perlu menunggu lama sampai jerawat-jerawat itu kempes. Sekitar dua hari setelah disuntik, bengkak di jerawat mulai berkurang dan jerawat-jerawat itu pun semakin lama semakin kempes dan rata dengan kulit. Tinggal kemudian bekas-bekas jerawat yaitu bercak-bercak yang berwarna kehitaman *.
Nah, setelah menjalani hari demi hari dan mendapatkan pengalaman menggunakan masker kefir yang sangat berharga pertanyaannya kini adalah: apakah saya menyesal telah memakai masker kefir? Jawabannya adalah ya, saya menyesal.
Penyesalan saya adalah tidak berhati-hati menggunakan produk perawatan wajah yang belum diketahui dengan jelas penangannya, baik dari segi kandungan, pembuatan, penyimpanan, dan pengirimannya. Padahal wajah saya tergolong sensitif; salah pakai produk perawatan wajah sedikit saja akibatnya luar biasa.
Klaim kandungan yang alami karena hanya terbuat dari susu kambing yang difermentasikan pun tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Saya tidak benar-benar tahu apakah hanya itu kandungan dari masker tersebut atau ada bahan lain, karena tidak terdapat label yang jelas. Produksinya pun tidak ada di bawah P-IRT Kemenkes atau BPOM, padahal termasuk produk kecantikan. Ditambah lagi pengepakan yang sangat sederhana (dimasukkan ke dalam plastik zip), apakah sudah termasuk standar pengepakan yang baik atau tidak saya tidak tahu. Belum lagi penyimpanan selama pengiriman yang hanya dilengkapi dengan ice gel yang mudah mencair, apakah hal itu mencukupi untuk mengirim produk dari fermentasi susu?
Selain itu, dokter pun mengatakan kefir mengandung bakteri probiotik. Memang sih bakterinya sudah dalam keadaan jinak dan memiliki manfaat, namun pemakaiannya selama ini umumnya dikonsumsi langsung (diminum). Untuk pemakaian sebagai masker wajah, kefir masih harus diteliti lebih lanjut sehingga sebaiknya digunakan dengan penuh kehati-hatian. Tidak semua orang cocok untuk penggunaan kefir sebagai masker wajah, pengalaman memakai masker kefir saya kemarin membuktikannya.
Pengalaman memakai masker kefir ini menjadi hal yang sangat berharga untuk saya.
Kalau kemudian ada orang-orang yang merasa cocok menggunakan masker kefir dan mendapatkan manfaat maksimal darinya, maka saya mengacungkan jempol. Namun, sebuah pelajaran yang sangat berharga harus saya ingat: belum tentu apa yang berhasil untuk orang lain berhasil juga untuk saya — mengingat kulit wajah saya yang sensitif. Saya harus menerima takdir bahwa tidak semua produk perawatan wajah cocok untuk saya. Saya juga harus menerima bahwa hanya sedikit saja produk yang bisa saya gunakan dan bersabar menggunakannya untuk mendapat hasil yang terbaik.
* Update: bekas kehitaman dari jerawat lama-kelamaan hilang dan benar-benar bersih dari wajah saya. Syukur Alhamdulillah!
Omg mbaa, aku ngilu bacanyaaa.. Ngebayangin jerawat lg meradang disuntik:(. Aku trmasuk yg rutin pake masker kefir, dan g ada masalah apapun.. Kulit justru makin alus, cerah dan bersih.. Berarti memang cocok2an ya mba.. Kebetulan kulitku memang ga sensitif sih, jd jrg bermasalah.. Semoga kulit wajahnya bisa sembuh seperti semula ya mbak