
Hari ini hari kedua Aini mengikuti masa orientasi siswa baru SMP. Sebelumnya, saya dan Ayah (bersama Aini) sudah sepakat agar ia meneruskan sekolahnya di SMP yang ada dalam yayasan yang sama dengan SD-nya dulu, yaitu SMPIT Pondok Duta. Ada beberapa alasan kami akhirnya memutuskan sekolah di sana, sekalipun nilai Ujian Nasional Aini mencukupi untuk masuk ke sekolah negeri.
Yang jelas, pagi ini (seperti biasa di hari-hari sekolah), Aini bangun dengan terburu-buru untuk mandi dan memakai pakaian. Karena sekolah ini sekolah islam swasta dan Aini belum dapat seragam baru, ia diperbolehkan memakai pakaian muslim selama masa orientasi yang berlangsung tiga hari ini. Selesai mandi dan memakai baju muslim dan rok, ia lalu makan sambil menonton acara di TV sambil menunggu Mbak Yanti (istrinya satpam komplek) menjemput dengan motor.
Saya bolak-balik mengingatkan agar ia tidak lupa memakai kaus kakinya dan memasukkan bekal makan siang dan minum untuk di sekolah. Hari ini, ia akan diajarkan cara memakai kerudung segi empat oleh kakak-kakak kelasnya. Karenanya, sudah sejak semalam ia menyiapkan kerudung, peniti, dan jarum pentul. Selain diajarkan memakai kerudung segi empat, akan ada pre-test beberapa pelajaran yang sudah diajarkan di SD seperti matematika dan bahasa sunda.
Kemarin, Aini bercerita bahwa di kelasnya ada anak perempuan yang juga bernama Aini. Selain itu, ada juga dua anak yang bernama Sheiva tapi beda kelamin: perempuan dan laki-laki. Lalu, ia juga bercerita bahwa acara orientasinya berisi perkenalan dengan kakak-kakak kelas dan tur dari lab ke lab. Syukur Alhamdulillah, dari ceritanya, saya berkesimpulan masa orientasi siswa baru SMP di sekolahnya berlangsung dengan akrab dan menyenangkan.
Sedikit yang menjadi ganjalan buat saya adalah masalah antar jemputnya dari rumah ke sekolah. Saya tidak bisa membawa kendaraan (motor ataupun mobil), jadi hanya tinggal dua pilihan untuk Aini yaitu ikut jemputan mobil dengan Pak De (langganan mobil jemputan sejak SD) atau berlangganan ojek. Di antara kedua pilihan tersebut, saya, Ayah, dan Aini masih belum sepaham. Ayah masih menginginkan Aini naik jemputan mobil bersama Pak De, karena lebih aman, nyaman, dan tepat waktu. Sedangkan, Aini yang baru masuk SMP ingin seperti anak-anak lainnya yang pulang pergi ke sekolah naik ojek langganan.
Jalan Keluar dari Allah
Saya ada di tengah-tengah dan tidak tahu harus bagaimana. Saya khawatir Aini merasa saya memaksakan pendapat seandainya meminta ia mengikuti keinginan ayahnya (yang saya tahu maksudnya baik). Di sisi lain, saya pun belum tahu siapa yang bisa diandalkan untuk mengantar jemput Aini ke sekolah. Untuk membiarkan Aini begitu saja naik sembarang ojek di sekolah, hati saya berat sekali.
Sebenarnya, saya pribadi tidak masalah Aini mau langganan naik ojek asalkan saya tahu dan kenal siapa pengemudinya. Kalau bisa satpam komplek yang merangkap jadi ojek di waktu luang mereka atau yang biasa mangkal di sekitar komplek rumah. Ini hal yang penting dan tidak bisa ditawar-tawar, karena Aini tidak diperbolehkan membawa telepon ke sekolah. Selain itu, salah seorang kenalan saya anaknya pernah mengalami penculikan oleh laki-laki bermotor yang mengaku tukang ojek, sewaktu mau pulang ke rumah dari sekolah. Syukurnya anak tersebut bisa meloloskan diri dan akhirnya belajar naik kendaraan sendiri. Saya tidak mau Aini sampai mengalami hal yang sama seperti anak kenalan saya tersebut, jadi harus jelas betul siapa pengemudinya seandainya Aini memutuskan untuk berlangganan ojek.
Nah, di masa orientasi siswa baru SMP ini, hari pertama Aini sudah naik mobil jemputan Pak De. Hari kedua ini, kebetulan Pak De tidak bisa antar jemput karena ada keluarganya terkena musibah. Alhamdulillah, sejak subuh saya sudah bisa menghubungi Mbak Yanti, istri satpam, untuk mengantar dan menjemput Aini. Nanti siang sepulang sekolah saya akan menanyakan lagi pada Aini bagaimana kesannya setelah pulang pergi naik ojek.
Apapun itu jawabannya, nanti tinggal ia dan Ayah saja yang berdiskusi bagaimana baiknya. Kalau saya sih, inginnya Aini berangkat naik mobil jemputan dan pulangnya naik ojek. Karena Pak De selalu datang lebih cepat sehingga tidak terburu-buru ke sekolah. Sedangkan pulangnya, bolehlah dengan ojek karena waktu sekolah yang bisa jadi berbeda dengan SD. Apalagi kalau nanti ia sudah mengikuti ekstra kurikuler.
Kalo pake ojek online gimana? Kan resmi tuh, kemungkinan untuk terjadi penculikan atau kejahatan lainnya kecil, relarif aman lah. (Hehehe sekedar ide)
Btw seneng deh baca tulisan tentang pengalaman hari pertama sekolah. Soalnya bosen baca tulisan yang isinya sponsor hehe.
Bapak ibunya yg belum berani, Mbak… hehe. Soalnya anak satu2nya, disayang banget sama ayahnya. Alhamdulillah ini juga ada ojek yg sudah kenal bisa jemput pulang. Terima kasih sudah mampir mbak.