Setelah tiga belas hari menunggu, akhirnya datang juga hari pengumuman hasil test IELTS. Ditemani suami dan anakku, kami meluncur dengan taksi membelah lalu lintas yang lumayan ramai di jumat pagi, dari Pramuka menuju Kuningan, ke gedung IALF.
Setelah basa-basi sebentar dengan Mbak2 resepsionis, aku dan suami segera saja menarik keluar kertas pengumuman hasil test dari dalam amplop yang diberikan kepada kami. Hasilnya… 7!
Alhamdulillah… nggak nyangka sama sekali, aku bisa mendapatkan nilai IELTS 7, dengan rincian: listening 7,5, reading 7,5, writing 6,5, dan speaking 6,0. Tapi… walaupun demikian, mau tidak mau sekelumit perih mengiris hati tanpa bisa dielakkan. Speaking-ku hanya dapat 6…! Sedihnya…!!
Aku katakan pada suamiku bahwa sepertinya kesempatan untuk bisa mendapatkan beasiswa dan sekolah di bidang CW di Uni A jauh dari harapan. Karena, seingatku, permintaan dari universitas yang aku tuju mengharuskan score IELTS over all 7 dengan writing dan speaking band tidak boleh kurang dari 7,0. Tapi suamiku bersikukuh bahwa seingatnya syarat IELTS yang dibutuhkan tidak sampai seperti yang aku katakan.
“Seingat Ayah syarat IELTS untuk beasiswa minimal 6,5 dan untuk mendaftar di universitas 6!” ujarnya.
“Nggak, Yah,” gelengku ,”kalau Umi nggak salah untuk mendaftar di jurusan CW dibutuhkan writing dan speaking band minimal 7.0.”
Beberapa menit kami terlibat adu argumentasi, entah mana yang benar. Sampai tiba-tiba saja ada seorang Bapak yang menegur kami dengan ramah. Rupanya ia adalah calon peserta tes IELTS gelombang berikutnya yang pagi itu akan menjalani test speaking/ wawancara.
“Dapat berapa?” Tanya si Bapak sambil melirik-lirik kertas pengumuman testku.
“Tujuh, Pak,” jawab Suamiku.
“Wah… bagus ya. Mau kuliah ya?” Tanya si Bapak lagi. Aku dan suamiku serempak mengangguk.
“Kalau saya sih hanya butuh 4,5, syarat minimal untuk bisa kerja,” ujarnya lagi. “Oooh….” Aku dan suamiku mengangguk-angguk. Meski masih tersisa sedikit rasa sedih, mau tidak mau ada sedikit rasa bangga terselip di hati kami berdua. Alhamdulillah, ya Allah, aku dapat 7!
Sepeninggal si Bapak yang akan mengikuti test tersebut, kami berdua pun akhirnya berdamai dan sepakat untuk kembali mengecek berapa persisnya nilai IELTS yang dibutuhkan sebagai persyaratan melamar beasiswa dan universitas.
“Tapi, menurut Ayah, Umi hebat loh bisa dapat 7…!” seloroh suamiku dengan bangga. “Nilai paling tinggi kan 9, kalau dapat 7 berarti sama dengan Umi dapat nilai 80…! Umi hebat!” ujarnya lagi sambil menepuk2 belakang kepalaku sayang.
Aku hanya tersenyum, bercampur aduk rasa di dalam dada: senang dan sedih, bangga sekaligus khawatir. Perjalanan masih panjang… masih teramat jauh jarak yang tersisa dan harus kami tempuh bersama-sama. Kuatkan kami Ya Rabbi… Aamiin….
Leave a Reply