
Kalau sedang mudik, pernah tidak Anda merasa bosan? Maksud saya, bukan hanya merasa bosan di perjalanan (yang seringkali menghabiskan waktu yang sangat lama karena macet) tapi juga saat telah tiba di tempat mudik. Rasa bosan di tempat mudik sudah saya alami sejak kecil, ketika saya masih duduk di bangku SD, hingga setelah menikah kini. Penyebab utamanya sih biasanya karena satu hal; tidak banyak yang dapat saya lakukan di tempat mudik.
Saya tergolong pribadi yang introvert, karenanya bertemu dengan banyak orang (sekalipun itu kerabat dekat, sepupu, om tante, dan uwak sendiri) dan menghabiskan waktu berlama-lama berbincang-bincang dengan mereka bukanlah hal yang sangat saya favoritkan. Bukan berarti saya tidak suka berada bersama mereka dan tidak peduli kepada keluarga sendiri, tapi saya lebih sering ‘mati gaya’ dan kehabisan bahan obrolan bila berhadapan dengan orang lain. Padahal, ketika mudik suasanan penuh silaturahmi yang hangat dan akrab adalah keumuman yang harus dihadapi setiap pemudik. Tapi, bagi saya, harus melalui hari demi hari dalam suasana yang riuh bersama orang banyak justru seringkali membuat saya bingung dan seperti kehilangan diri sendiri.
Karenanya, saya lebih senang menghabiskan waktu mengerjakan apa saja yang bisa saya kerjakan di tempat mudik. Seperti di rumah Nenek dulu, ketika masih kecil, saya sering beres-beres rumah, membantu memasak di dapur, main berdua dengan adik saya di halaman, atau mencorat-coret buku tulis yang sengaja saya bawa dari rumah. Saya tidak banyak bercengkerama dengan sepupu-sepupu yang saat itu berumuran sama dengan saya. Bila banyak dari mereka menjadikan moment mudik sebagai waktu untuk bertemu dan bermain bersama, saya tidak. Saya lebih sering menghabiskan waktu sendirian, berdua dengan adik saya, atau membantu para orangtua di rumah. Dengan begitu, saya tidak harus berinteraksi melebihi kesanggupan pribadi introvert saya.
Setelah menikah, tempat mudik saya berganti ke kampung halaman suami saya. Di sana, suasana mudik yang sama seperti saat saya kecil pun kembali saya alami. Saya tidak terlalu banyak berinteraksi dengan keluarga suami saya. Berbincang-bincang dengan ibu mertua dan para ipar hanya sesekali, selebihnya saya lebih sering mengerjakan pekerjaan di dapur, mencuci baju, atau menghabiskan waktu di kamar untuk tidur atau bermain gadget. Apalagi dengan keluarga besar suami; para sepupu, om tante, dan uwaknya, saat bertemu untuk silaturahmi setelah shalat Id pun saya lebih banyak menebar senyum manis dibandingkan duduk mengobrol dengan mereka.
Eits, jangan buru-buru menyebut saya sombong! Sudah saya jelaskan di atas bahwa saya punya kepribadian introvert. Mau tidak diakui bagaimana pun, seperti itulah diri saya. Dan seorang introvert akan sangat tersiksa bila harus berinteraksi secara berlebihan dengan orang lain. Bicara sekedarnya, lebih banyak mendengarkan, dan (kalau bisa) menghindari obrolan yang tidak penting adalah karakter umum para introvert. Namun, mereka melakukan hal itu bukan karena sombong melainkan karena sering ‘mati gaya’ dan ‘mati kutu’ bila harus berhadapan dengan orang lain. Kata-kata ‘Saya nggak tahu harus ngobrolin apa’ adalah ungkapan umum bila mereka harus berinteraksi dengan orang lain, terlebih dengan mereka yang punya karakter sebaliknya.

Alhasil, merasa bosan di tempat mudik adalah hal yang jamak saya alami kapan pun dan di mana pun. Baik sejak saya kecil hingga saya dewasa. Di rumah keluarga sendiri atau tempat lain. Bosan karena saya tidak bisa melakukan hal-hal yang saya sukai seperti menulis blog, membuat karya craft, menonton film favorit, atau jalan-jalan ke toko buku. Bosan karena hati saya selalu didera rasa khawatir bila saya melakukan hal-hal yang saya sukai saya harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan seperti ‘Lagi ngapain di komputer?’ ‘Buat apa bikin bunga-bunga flanel?’ ‘Mau apa jalan-jalan ke mall?’ dst. Lalu saya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, menjelaskan dari A sampai Z (dengan resiko tidak didengarkan dengan serius padahal saya sudah menjawab dengan sungguh-sungguh), dan akhirnya kehilangan semangat untuk melakukan apa yang saya senangi tersebut. Ujung-ujungnya, rasa bosan itu jadi menumpuk berkali lipat. Padahal, yang saya paling inginkan (agar bisa menghalau rasa bosan tersebut) adalah dibiarkan saja melakukan apa yang saya ingin lakukan sendiri tanpa diganggu.
Saya ingin, setelah beres melakukan apa yang bisa saya kerjakan di tempat mudik (membantu beres-beres atau memasak) dan mengobrol sekedarnya dengan kerabat, mereka mengijinkan saya seorang diri melakukan apa yang saya sukai. Misalnya menulis di komputer, menjahit bunga kain, mengelem kain flanel, atau sekedar cuci mata berjalan-jalan di sekitar rumah tanpa diikuti dengan tatapan ingin tahu atau ditanya-tanya. Hal itu penting agar saya tetap merasa bersemangat dan tidak merasa bosan saat mudik. Sebab, aktifitas seorang diri itu seperti me-recharge battery buat saya. Bila tidak saya lakukan, lama-lama simpanan energi saya akan semakin terkuras dan saya akan merasa super bosan dan malas melakukan apa-apa. Apalagi bila di saat yang sama saya harus terus berinteraksi dengan orang lain, biasanya saya akan menjadi seperti orang yang kehilangan separuh kesadaran; banyak bengong dan pikiran menjadi awut-awutan.
Nah, apakah Anda juga merasakan hal yang sama seperti saya? Bila Anda punya kepribadian ekstrovert, saya bisa tebak Anda pasti merasakan momen mudik sebagai momen yang sangat menyenangkan karena berkesempatan untuk bisa berinteraksi dengan orang lain sebanyak-banyaknya, sepuas-puasnya. Tapi bagi mereka yang juga introvert seperti saya, momen mudik bisa jadi saat yang sangat membosankan karena tidak tahu harus berbuat apa setelah berinteraksi dengan para kerabat. Semoga tulisan ini bisa memberi gambaran agar setiap orang mengerti bahwa karakter manusia berbeda-beda dan sikap seseorang atas momen mudik pun tidak sama. Ada yang gembira luar biasa, ada yang biasa-biasa saja. Setelah memahami perbedaan karakter dan sikap tersebut, kita jadi bisa menghargai orang lain dan tahu apa yang bisa dilakukan agar orang tersebut tidak merasa bosan di tempat mudik.
Kita sama-sama introvert, Mbak. Paling nggak suka di tengah keramaian. Jika pun terpaksa, lebih memilih diam atau sibuk dengan kegiatan sendiri. Hikss menyiksa sekali kalau lagi ketemu saudara tp bingung mau ngomong apa. Canggung banget. Tp orang introvert kalau udah kenal deket sama orang, bakalan rame deh anaknya wkwkwk (eh yang gini apa cuma aku ya) haah