
Lanjutan dari Study Tour Pelita Desa Ciseeng (2) : Flying Fox di Atas Danau. Setelah menikmati snack berupa bakso hangat, Aini dan kelompoknya pun kembali berjalan menyusuri sisi danau menuju menara flying fox. Tapi, mereka tidak akan melakukan flying fox lagi melainkan akan melakukan kegiatan lain yaitu menaiki jembatan gantung, memeras susu sapi, dan membajak sawah.
Saya dan beberapa orangtua murid mengikuti Aini dan teman-temannya dari belakang. Saya ingin tahu persisnya kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh anak-anak selanjutnya dan mengambil beberapa foto.
Dari kejauhan, di depan kandang sapi yang berukuran sedang, sudah tampak anak-anak mengantri. Mereka bergantian mendekati sapi sambil mendengarkan penjelasan dari penjaga kandang. Kelompok Aini pun berdiri menunggu giliran bersama anak-anak lainnya. Saya sendiri hanya memperhatikan dari jarak beberapa meter karena tidak tahan akan baunya. Saat itulah, saya lihat Aini mulai tampak gelisah.
Akhirnya saya menghampiri Aini dan bertanya kenapa ia gelisah. Aini menjawab ia sangat haus dan juga ingin buang air kecil di saat yang sama. Saya katakan padanya untuk meminta ijin kepada instruktur kelompoknya. Aini pun melakukannya. Ia minta ijin kepada instruktur untuk keluar dari barisan dan ke toilet. Saya takjub melihat bagaimana respon sang instruktur yang secepat kilat mengiyakan dan memberi aba-aba dengan tangannya bahwa toilet terletak tepat di sebelah belakang kandang sapi itu.
Saya menemani Aini ke toilet. Ternyata, saat itu sedang ada renovasi di bagian kandang sapi tersebut dan ada beberapa orang dewasa laki-laki (tukang) yang hilir-mudik di dekat toilet. Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya tidak ada di sana. Aini harus ke kamar mandi untuk buang air sementara orang-orang dewasa laki-laki bersliweran di dekatnya.
Akhirnya saya menemani Aini buang air kecil di dalam toilet yang gelap itu. Saya sengaja pilihkan toilet yang paling jauh dari lokasi renovasi, agar Aini merasa nyaman. Setelah itu, Aini kembali mengenakan kaus kaki yang dilepasnya sebelum ke toilet tadi dan kembali ke kelompoknya. Guess what… kelompoknya sudah tidak ada di kandang sapi lagi!

Rupanya kelompok Aini sudah selesai dengan aktivitas memeras susu sapi dan kini sudah mengantri untuk menaiki jembatan gantung di atas balong kecil. Saya menanyakan Aini apakah ia masih ingin bermain? Aini mengangguk. Saya tahu antuasiasmenya sudah jauh berkurang namun sepertinya ia masih tidak enak hati bila meminta ijin dan berhenti.
Di saat yang sama, saya berpapasan dengan beberapa orangtua murid yang bercerita bahwa ada seorang murid perempuan yang kembali ke basecamp karena mimisan hebat. Saya pikir Aini pun mungkin bisa minta ijin kalau memang ia sudah tidak mau.
Di jembatan gantung, seperti biasa sang instruktur hanya mengawasi di bagian belakang. Tidak ada satu pun yang berjaga di tengah. Saya kesal sekali karena sang instruktur membiarkan dua orang anak yang naik bersamaan dengan Aini bersikap semaunya. Mereka tidak sabaran dan dengan sengaja menggoyang-goyangkan tali jembatan sehingga Aini ketakutan.
Selesai dengan jembatan gantung tersebut, saya pun menarik tangan Aini dan mengajaknya ke pinggir. Saya tanya lagi apakah ia masih ingin bermain. Aini menggeleng. Ia berkata bahwa sudah merasa capek, kakinya sakit, dan ia tidak betah dalam pakaian kotor dan basah seperti itu. Akhirnya, saya pun meminta ijin kepada instruktur kelompoknya untuk membawa Aini kembali ke basecamp.

Awalnya, sang instruktur terlihat menyayangkan keputusan saya dan Aini tersebut, tapi saya tetap dengan pendirian saya. Saya yang lebih tahu Aini dan menurut saya itu adalah keputusan yang terbaik. Akhirnya instruktur itu pun mengijinkan. Saya membawa Aini berjalan kembali ke basecamp.
Ketika akan kembali ke basecamp, Aini meminjam sandal yang saya pakai. Ia berkata bahwa kakinya sakit karena menyusuri jalan berbatu di dalam Pelita Desa. Akhirnya saya pinjamkan sandal saya dan saya pun berjalan tanpa sandal. Saya tahu Aini tidak berbohong karena ia berjalan dengan tertatih-tatih.
Recent Comments