
Share di Facebook; aktivitas yang makin lama makin populer dengan bertambah luasnya penggunaan internet. Tapi, apakah benar semuanya harus dishare di Facebook? Rasanya tidak sih.
Curcol – Share Colongan di Facebook
Akhir-akhir ini, saya tergoda untuk sesekali ‘curcol’ di facebook lewat tulisan-tulisan berparagraf pendek. Bukan sebuah note panjang yang sengaja saya tulis di facebook, melainkan hanya tulisan sambil lalu di dinding time line saya.
Sempat beberapa hal saya komentari di sana, di antaranya tentang status viral seorang perempuan tentang kebaikan suaminya dan aktivitas para pro dan pendukung LGBT yang kini sedang gencar disorot massa.
Tapi, entah kenapa, semakin lama saya cuap-cuap di facebook, rasanya kok semakin asing ya? Rasanya seperti bukan saya, ‘It’s not me!’. Saya yang asli tidak suka mengatakan banyak hal di khalayak ramai (apalagi yang asing), sebelum benar-benar yakin mereka memahami apa yang akan saya katakan. Mungkin, itulah pembeda utama antara saya dan mereka yang senang berkomunikasi di facebook.
Saya tidak menganggap mereka yang luwes berkomunikasi di facebook itu jelek, sama sekali tidak. Malah saya bersyukur ada orang-orang seperti mereka, yang ilmunya bisa segera saya baca dan bagikan sembari membuka-buka news feed facebook saya. Hanya saja bagi saya pribadi, menulis banyak-banyak di facebook rasanya seperti menelanjangi diri sendiri.
Menulis di Blog
Beda dengan menulis di blog. Bagi saya, blog ini bagaikan rumah pribadi. Halaman depan blog ini seperti halaman depan rumah saya. Mereka yang tiba di halaman depan atau tulisan tertentu, seperti tengah berdiri di teras atau mengintip ruang-ruang tertentu di dalam rumah. Tapi, tidak akan ada yang bisa memahami saya dengan benar-benar bila tidak benar-benar masuk ke dalam rumah saya, melihat keseharian saya, mengetahui perasaan saya, membaca cerita-cerita saya, lewat seluruh tulisan di blog ini (walaupun memang saya belum menulis 100% kisah hidup saya di sini).
Namun ketika menulis di facebook, bahkan sebelum tulisan itu ‘matang’ pun, orang lain sudah bisa mengintip dan serta-merta membagikannya. Ya, mungkin ini adalah keajaiban komunikasi viral di internet, tapi bagi saya itu seperti sebuah kutukan. Karena sebuah tulisan kadang muncul dari letupan akal dan jiwa, yang muncul sekian detik saja, setelah dipoles oleh emosi. Karenanya, seringkali apa yang sudah terlanjur ditulis menyebabkan rasa sesal dalam hati penulisnya, namun tidak lagi dapat diperbaiki karena sudang kadung beredar.
Lain halnya dengan blog. Memang, tetap ada kemungkinan tulisan di blog seseorang menjadi viral sebagaimana tulisan di facebook. Namun sistem pencarian di internet masih memberikan sedikit waktu untuk si penulis sejenak bersantai, menghela nafas, membaca ulang baik-baik tulisannya, dan mengedit atau membiarkannya. Selain itu blog, seperti yang saya tulis di atas, bagaikan rumah.
Kulonuwun… Cara Menghormati Pemilik Blog
Siapapun, selain si penulis, yang tiba di sini hanya karena dua alasan: dibawa oleh search engine ke sini, atau menyengaja mampir. Ada prosesi ‘kulonuwun’ dulu saat tiba di sebuah blog. Secara alami, pembaca blog bisa dipastikan akan tertarik untuk tahu lebih jauh tentang si penulis blog. Siapa dia, apa latar belakangnya, suami/ isteri siapa, apa agamanya, dll. Namun di facebook…?? Hm… ibaratnya, tanpa perlu tahu lebih banyak pun, sebuah tulisan bisa langsung dishare… wuush…!
Jadi, kembali lagi ke judul tulisan ini… haruskah menshare di facebook?
Bagi saya pribadi, tidak semua hal harus dishare di facebook. Bahkan kalau perlu, tidak usah menshare kecuali yang membawa kebaikan untuk umum saja. Urusan rumah tangga seperti kemesraan suami pada isteri, sebaiknya tidak dishare di facebook. Resep-resep dan aneka tips, bolehlah dishare di facebook. Intinya, menulis di facebook harus sangat hati-hati karena satu detik setelah anda selesai menulis, saat itu pula banyak orang bisa segera membagikannya dan itu bisa jadi kebanggaan atau penyesalan bagi anda di masa depan.
Recent Comments