
Hm… ini kejadian yang saya alami beberapa tahun yang lalu. Kejadian yang membuat saya merasa dongkol dan kesal, dan sekali lagi belajar mengenai cara parenting yang tidak akan saya ikuti. Cerita ini adalah tentang seorang ibu yang membiarkan anak membully anak lain. Yang melakukan bully adalah anak ibu tersebut sedangkan korbannya adalah Aini, anak saya.
Siang itu sepulang menjemput Aini dari sekolah, saya mengajaknya pergi ke supermarket Giant yang terletak tidak jauh dari rumah kami. Saya mengajak Aini menikmati nasi dan ayam goreng GFC untuk makan siang. Selesai makan, Aini tertarik untuk bermain di arena permainan yang ada tepat di samping restoran tersebut. Tentu saja saya mengijinkannya, karena arena itu sedang benar-benar sepi dibandingkan saat hari Sabtu atau Minggu yang selalu penuh pengunjung.
Ketika Aini sedang asyik naik turun tangga, melewati jembatan, dan meluncur di perosotan, tiba-tiba saja datang berlari dua orang anak seusianya masuk ke dalam arena bermain tersebut. Yang membuat saya kaget, anak-anak itu (kakak beradik laki-laki dan perempuan), berlari-lari di dalam arena tersebut tanpa sedikitpun mempedulikan anak lain yang ada di sana.
Saya menoleh dan melihat di salah satu meja sepasang suami istri tengah duduk berhadapan; sang istri memperhatikan anak-anak tersebut sambil tersenyum santai sementara suaminya sibuk dengan handphonenya. Saat saya perhatikan lagi, ternyata perempuan itu adalah seorang artis laga senior yang sudah lama tidak tampil di layar TV ataupun bioskop. Rupanya, saat itu ia dan keluarganya tengah berkunjung ke Giant juga.
Tapi, saya kesal sekali melihat ia tidak melakukan apa pun walau melihat sendiri anak-anaknya bermain sambil membahayakan anak lain.
Saya tidak lebay; saya senang melihat anak-anak yang aktif tapi tidak membully anak lain. Anak-anak boleh aktif, mereka boleh bermain, berlari, berteriak, tapi tetap harus menghormati orang lain yang ada di sekitarnya. Adalah salah membiarkan anak bermain dengan aktif tanpa peduli bila harus mendorong atau menyerobot orang lain.
Melihat anak-anak yang berlari-lari sambil berteriak-teriak dan menyerobot berbagai permainan seperti itu, Aini hanya berdiri terpaku. Saya tahu dia tidak suka bersama anak-anak yang seperti itu. Aini senang bergembira dengan anak-anak lain seusianya, hanya bila ia yakin mereka tetap menghormati hak-hak orang lain serta mau berbagi.
Sungguh saya tidak habis pikir apa yang ada di dalam benak orangtuanya; mengapa tidak ada satu pun dari mereka yang mengingatkan anak-anak mereka untuk bersikap baik. Boleh saja sih membiarkan anak-anak mereka aktif, kalau berada di tengah hutan atau taman yang luas sehingga tidak mengambil hak orang lain. Tapi ini… di arena permainan yang seharusnya mereka bisa bermain dan berbagi bersama, orangtua itu hanya mendiamkan bahkan terlihat seperti mendukung apa yang anak-anaknya lakukan.
Kesabaran saya habis ketika salah satu dari kakak beradik itu mendorong Aini dari tangga. Hampir saja ia jatuh kalau tidak berpegangan di pegangan tangga. Akhirnya, saya bertanya apakah Aini mau berhenti bermain dan ia segera menjawab ya.
Saya menggamit tangan Aini dan bergegas meninggalkan arena permainan dan restoran itu. Sebelum pergi, saya hampiri perempuan itu dan mengatakan kepadanya bahwa anaknya sudah mendorong anak saya di tangga. Tahu apa jawabannya, hanya ‘maaf’ sambil tersenyum tanpa dosa. Hh… hanya kata maaf, padahal ia jelas-jelas melihat apa yang dilakukan oleh anak-anaknya tanpa sedikitpun menegur mereka.
Semoga saya, sampai kapanpun, tidak akan menjadi ibu yang membiarkan anaknya membully orang lain. Karena hal buruk yang tidak diperbaiki saat kecil, akan terbawa terus hingga dewasa.
Leave a Reply